Artikel Islam dan Teknologi Informasi

Menyikapi Tren Selfie secara Islami

Pada saat ini perkembangan teknologi informasi tak dapat terbendung lagi. Tren-tren baru bermunculan seiringan dengan perkembangan tersebut. Munculnya gadget-gadget baru dengan fitur-fitur yang baru pula, mengubah pola dan gaya hidup masyarakat mengikuti perkembangan yang ada. Salah satu tren masyarakat yang berkembang saat ini ialah tren selfie, yaitu foto potret diri yang diambil sendiri dengan kamera digital maupun kamera handphone. Lalu bagaimana hukum foto selfie dalam Islam? Simak ulasannya berikut ini.

Berfoto, baik Muslim maupun Muslimah, adalah perkara muamalah yang hukum asalnya boleh. Kaidah fikih menyebutkan, al-Aslu fil mu'amalah al-ibahah hatta yadullad dalilu 'ala at-tahrim (asal hukum mu'amalah adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya).

Sebagian kelompok memang pernah mengharamkan foto, khususnya foto dengan objek makhluk bernyawa. Mereka berpendapat, foto sama saja dengan gambar atau lukisan. Berdalil dari hadis Rasulullah SAW, "Sesungguhnya, manusia yang paling keras disiksa di hari Kiamat adalah para tukang gambar (yang mereka yang meniru ciptaan Allah)." (HR Bukhari Muslim).

Namun, pendapat kalangan ini banyak dibantah. Bantahan paling mematahkan dari teknis fotografi sendiri. Teknik pengambilan foto sama sekali berbeda dengan lukisan. Tidak ada unsur meniru dalam fotografi karena hanya mencetak objek hasil dari bayangan. Jadi, fotografi sama sekali tak bisa disamakan dengan melukis, seperti disebutkan dalam hadis tersebut.

Persoalan selfie mengikut pada hukum asal dari foto itu sendiri, yakni mubah. Halal-haram dari hukum asal tersebut bergantung dari tujuan dan niat dari si mukalaf (pelaku). Ibaratnya, mubah menggunakan telepon seluler. Jika digunakan untuk berkomunikasi, hukumnya boleh. Jika digunakan untuk berdakwah, hukumnya mandub (sunah), bahkan wajib. Namun, jika digunakan untuk menipu, menghina, atau melecehkan orang, hukumnya haram. Selfie juga masuk dalam kategori seperti itu.

Jadi, tidak mustahil selfie bisa menjadi mandub. Misalkan, seorang anak yang merantau dan jauh dari orang tuanya. Untuk mengobati kerinduan, si anak selfie di daerah perantauan dan mengirimkannya kepada orang tuanya. Bisa saja hal ini dihukumi mandub dan berpahala karena si mukalaf telah melakukan kebaikan dengan selfie.

Namun, bisa juga berfoto selfie menjadi haram jika membawa pada yang haram. Misalkan, selfie yang diunggah ke media sosial dengan tujuan riya atau pamer karena telah melakukan kebaikan. Firman Allah SWT, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS an-Nisa' [4]: 142).

Namun kebanyakan foto selfie berujung pada sifat takabur (sombong), riya’ (ingin dipuji orang lain) dan ‘ujub (mengagumi diri sendiri) yang dilarang dalam Islam.

Rasulullah Saw melarang keras seseorang ujub terhadap dirinya. Bahkan, Rasulullah menyebutnya sebagai dosa besar yang membinasakan pelakunya.

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“Tiga dosa pembinasa: sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya” (HR. Thabrani dari Anas bin Malik).

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa, yang berkecukupan, dan yang tidak menonjolkan diri.” (HR. Muslim dari Abu Said al-Khudri).

Selfie lalu menyimpan foto untuk dokumentasi pribadi saja, tanpa dipublikasikan di media sosial, tentu saja tidak akan menimbulkan masalah, tidak berpotensi menumbulkan sikap riya’ dan ‘ujub.

Namun, jika diekspose di media sosial, jelas “ada maksudnya”. Maksud itulah yang bisa menurunkan akhlak mulia berupa rendah hati (tawadhu’).

Persoalan riya dan ujub adalah persoalan hati. Seseorang tak bisa menilai foto orang lain apakah didasarkan riya atau tidak. Semuanya kembali kepada si pemilik foto. Hanya dia dan Allah SWT saja yang lebih mengetahui tujuan dan niat dari foto selfie-nya. Selama tak ada niat atau tujuan yang mengarah pada keharaman, tentu saja selfie tak bisa pula diharamkan.

Melihat dari sisi lain selain dari hukum halal atau haramnya, hobi selfie memiliki beberapa dampak negatif, yaitu :
1. Timbulnya obsesi berlebihan untuk selalu tampil sempurna
Orang yang punya kebiasaan sering selfie akan berdampak pada gangguan psikologisnya. Mereka akan punya obsesi berlebih dibanding manusia lain. Semakin sering mekakuan selfie, maka semakin besar pula obsesi untuk selalu tampil sempurna dan mengesankan di depan orang lain. Semakin banyak foto selfie yang di upload ke media sosial, akan membuat kamu terikat dengan berbagai komentar dan "like" yang ada. Lalu untuk memenuhi tuntutan untuk tampil sempurna, kamu mulai menghambur-hamburkan uang untuk membeli alat make-up, baju baru, dan lainnya. Bahkan sampai pada tingkat yang lebih buruk lagi yaitu operasi plastik. Naudzubillah..

2. Jadi pribadi yang gila akan pujian
Kebanyakan orang melakukan selfie untuk mendapatkan tanggapan dari orang lain tentang dirinya, untuk memamerkan kepada orang lain kelebihannya, dan lain-lain. Siapa sih yang gak suka dibilang cantik? Tentu kata-kata itu akan membuatmu senang. Kamu bahkan rela menghabiskan waktu untuk memilih ratusan foto hasil selfie sebelum di upload ke media sosial.

3. Dapat mengundang kejahatan
Foto selfie yang disebarkan ke jejaring sosial bisa mengundang kejahatan. Benarkah? Buktinya, banyak wanita yang memamerkan foto selfie-nya dengan pakaian terbuka sehingga mempengaruhi orang lain untuk memanfaatkan peluang itu. Hal ini tentu perlu diperhatikan oleh kamu yang hobi selfie, kalau tidak mau jadi korban pelecehan seksual nantinya.

Dengan begitu banyaknya dampak negatif dari selfie dan masih diragukannya hukum dari selfie, alangkah baiknya bila kita meninggalkan kegiatan tersebut. Ingatlah bahwa wajah cantik/ganteng yang kamu pamerkan suatu saat akan membusuk dan dimakan cacing tanah. Bagi kamu yang memiliki foto selfie dengan aurat terbuka kemudian di upload di media sosial, hal itu bisa menimbulkan syahwat orang lain dan tentunya menjadi lumbung dosa yang akan terus mengalir walau sudah di alam barzakh. Kamu akan merintih meminta tolong untuk dihapuskan foto selfie-mu saat di alam barzakh nanti, ngeri kan.

Daripada ber-selfie yang tidak bermanfaat, lebih baik gunakan waktu kita yang berharga untuk melakukan hal-hal lain yang lebih baik dan bermanfaat tentunya. Nabi Muhammad SAW bersabda :

نْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:«مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ». حَدِيْثٌ حَسَنٌ, رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَغَيْرُهُ هَكَذَا.


“Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2318 dan yang lainnya)

Setelah mencermati ulasan tersebut, tentunya kamu akan lebih bijak dalam bersikap bukan? Tidak perlu semua orang di dunia maya tahu siapa kamu, seperti apa kecantikan/ketampanan kamu, hingga kehidupan pribadi kamu. Cukup perbanyaklah istighfar dan tawakkal kepada Allah SWT.

Oleh : Anggara Fajar T.B (G000160159)

0 Response to "Artikel Islam dan Teknologi Informasi"

Posting Komentar